Pages

Senin, 12 Januari 2009

Ingatlah..!!

Mengetahui Kebaikan Dan Dosa
Artinya: Dari An-Nawwas bin Sam'an radiallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam, Beliau bersabda: "Kebaikan adalah akhlak yang baik sedangkan dosa adalah apa yang terlintas di jiwamu tetapi kamu benci/takut diketahui oleh orang lain", diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Takhrij hadits secara global
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim ; hadits no. 2553, Imam Ahmad ; 4/182, At-Turmuzi ; hadits no. 2389, Ad-Darimi ; 2/322, Imam Bukhari dalam kitabnya "Al-Adab Al-Mufrad" ; hal. 295, 302 . Hadits ini ditashhih oleh Ibnu Hibban; Shahih Ibn Hibban, hal. 397.
Makna hadits secara global
Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam menginformasikan kepada kita bahwa kebaikan adalah merupakan bagian dari akhlak yang baik yang dapat diketahui melalui hati nurani kita sebagaimana dijelaskan dalam riwayat yang lain dimana Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam menyarankan kepada kita agar kita minta 'fatwa' kepada hati nurani kita ketika terjadi perkara yang samar-samar karena sesungguhnya kebaikan itu adalah kebalikan dari dosa tersebut yaitu apa yang membuat jiwa/hati nurani tenang dan tentram kepadanya. Artinya apabila jiwa/hati nurani kita tidak menolaknya begitu pertama kali ingin kita lakukan dan tidak ragu-ragu atau merasa takut untuk diketahui oleh orang lain alias tidak sembunyi-sembunyi melakukannya maka itu merupakan tanda bahwa hal tersebut adalah baik. Begitu pula sebaliknya, apabila begitu pertama kali ingin kita lakukan terasa was-was dan kita dalam melakukannya, takut diketahui oleh orang lain atau timbul keraguan untuk melakukannya (seperti dalam riwayat yang lain) maka itu pertanda bahwa apa yang kita akan lakukan itu adalah dosa.
Penjelasan Tambahan
Makna "al-Birr" dan karakteristiknya
Hadits-Hadits yang membicarakan hal ini sebagiannya mengandung penafsiran terhadap makna "al-Birr" (Kebaikan) dan "al-Itsm" (Dosa) dan sebagian yang lain mengandung penafsiran terhadap makna halal dan haram. Terjadinya perbedaan interpretasi terhadap makna "al-Birr" karena ia sering diucapkan dalam dua konteks tertentu; Pertama, dalam konteks bermuamalat kepada makhluk yang dimaksudkan sebagai berbuat kebaikan kepada mereka. Terkadang pemakaiannya (kata "al-Birr") hanya khusus dipakai dalam arti berbuat baik kepada kedua orang tua maka dikatakan " " (berbuat baik kepada kedua orang tua) tetapi lebih banyak dipakai dalam konteks berbuat baik kepada makhluk secara umum, oleh karenanya banyak ulama dalam kitabnya menyajikan bab/kitab tersendiri yang dinamai " " dimana terdapat pembahasan tentang dan berbuat baik kepada makhluk secara umum. Sahabat Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma berkata : "Kebaikan adalah sesuatu yang enteng/ringan yaitu wajah yang ceria dan ucapan yang lembut". Kata "al-Birr" apabila dikaitkan dengan "taqwa" sebagaimana dalam ayat :
( ) maka terkadang maksud dari "al-Birr" adalah bermuamalat dengan makhluk secara baik dan "at-Taqwa" adalah bermuamalat dengan Allah yaitu dengan melakukan ketaatan kepadaNya dan menjauhi hal-hal yang diharamkan olehNya, terkadang pula arti dari "al-Birr" tersebut adalah melakukan kewajiban-kewajiban dan arti "at-Taqwa" adalah menjauhi hal-hal yang diharamkan. Sedangkan arti dosa, sebagaimana dalam ayat :
( ) terkadang yang dimaksud dengan "al-Itsm" adalah perbuatan-perbuatan maksiat dan "al-'udwan" adalah menzalimi makhluk, dan terkadang yang dimaksud dengan "al-Itsm" adalah sesuatu yang esensinya memang diharamkan seperti zina, mencuri dan minum khamar (bir), dan yang dimaksud dengan "al-'Udwan" adalah melampaui batas sesuatu yang memang diizinkan (secara syar'i) sebelumnya sehingga menjadi dilarang seperti mengambil zakat yang dikeluarkan oleh para wajib zakat melebihi ukuran yang diwajibkan kepada mereka, melampaui cambukan yang diperintahkan oleh syara' dalam masalah hudud, dll. Kedua, Yang dimaksud dengan "al-Birr" adalah mengerjakan semua ketaatan baik yang zhahir maupun yang bathin sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 177. Berkaitan dengan ayat 177 surat al-Baqarah; maka makna "al-Birr" mencakup seluruh ketaatan yang bathin seperti beriman kepada Allah, MalaekatNya, Kitab-Kitab dan Para RasulNya, begitu juga ketaatan yang zhahir seperti menginfakkan harta ke jalan yang diridhai oleh Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menepati janji, sabar terhadap taqdir seperti kemiskinan dan penyakit, dst. Dalam pada itu, bisa jadi arti "husnul khuluq" adalah berakhlak dengan akhlak syari'at secara keseluruhan dan bertata krama dengan tata krama yang telah diajarkan oleh Allah kepada hambaNya, sebagaimana tersurat dalam firmanNya:
( ). [Q.S. Al-Qalam : 2]. Aisyah radhiallahu 'anha berkata : "akhlak Rasul Shallallahu 'alaihi Wasallam Al-Quran". Maksudnya menurut Syaikh Ibnu Rajab, bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi Wasallam beradab dengan adabNya karenanya beliau menjalankan seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya maka dengan demikian mengamalkan Al-Quran sudah menjadi akhlak beliau seperti hal nya sifat alami yang begitu melekat dan tidak terpisahkan lagi dan inilah akhlak yang paling baik, paling mulia dan paling indah. Karena itu pula dikatakan bahwa agama seluruh ajarannya adalah akhlak.
Tidak jauh dari penfsiran "al-Birr" , sebagaimana dalam riwayat yang lain, disebutkan bahwa "al-Birr adalah apa yang membuat hati dan jiwa tenteram kepadanya", atau "apa yang membuat dada lapang" maka kata "al-Halal" juga ditafsirkan demikian. Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah memfitrahkan kepada manusia untuk mengetahui kebenaran, membuat hati tenang dan menerimanya, serta menjadikan tabiat selalu mencintainya dan menjauhi lawannya/hal yang bertentangan dengannya.
Termasuk dalam makna riwayat-riwayat hadits diatas, makna hadits qudsi yang menyatakan bahwa Allah menciptakan hamba-hambaNya sebagai orang-orang yang hunafa' (lurus) dan muslimin (berserah diri kepadaNya) namun syaithanlah yang melencengkannya dengan mengharamkan apa yang Allah halalkan kepada mereka, dan mengajak mereka untuk berbuat syirik kepadaNya, begitu juga makna hadits yang amat populer yang berbunyi: " Tiap-Tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yang meyahudikannya atau menasranikannya atau memajusikannya … " dan ayat 30 surat ar-Rum. Oleh karenanya, Allah menamai apa yang diperintahkanNya sebagai "ma'ruf" dan apa yang dilarangNya sebagai "munkar".
Berkaitan dengan hal itu juga, sahabat Mu'az bin Jabal mengingatkan agar kita tidak terpasung oleh kepiawaian seorang penguasa dalam berkelit karena terkadang syaithan menyatakan kesesatan melalui lisan sang penguasa tersebut, dan terkadang seorang Munafiq bisa berkata dengan perkataan yang benar. Dan ketika dia (Mu'az) ditanyai kenapa bisa demikian ?, dia meminta agar kita menjauhi perkataan seorang penguasa yang amat populer (dalam berkelit) "bukan begini (sebenarnya)?", dan agar perkataan semacam itu tidak membuat kita tergoda/terpasung untuk menerima kebenaran yang kita dengar sebab kebenaran itu memiliki cahaya. Ucapan Mu'az bin Jabal ini menunjukkan bahwa seorang Mukmin tidak akan bisa dikelabui dalam membedakan antara hak dan bathil tetapi ia bisa mengetahui kebenaran itu melalui cahaya yang ada padanya (kebenaran tersebut) sehingga hatinya menerimanya dan menghindari kebathilan dengan mengingkari dan tidak ingin mengenalnya. Makna inilah yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam : "akan datang pada akhir zaman suatu kaum yang berbicara kepada kamu tentang sesuatu yang tidak pernah kamu dan nenek moyang kamu denganr (sebelumnya) maka berhati-hatilah kamu dari mereka ". Artinya bahwa mereka membawa sesuatu yang diingkari/ditolak oleh hati orang-orang yang beriman dan tidak mengenalnya.
Makna "al-Itsm" dan karakteristiknya
Sementara itu, sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam : "dosa adalah apa yang terdetik didalam dada/hati sedangkan kamu benci/takut diketahui oleh orang lain"(sebagaimana dalam penggalan kedua dalam makna hadits diatas), mengisyaratkan bahwa pengaruh dosa terhadap jiwa/dada sangat besar sekali yaitu adanya rasa sesak, cemas, gundah gulana sehingga dada tidak merasa lega/lapang untuk menerimanya, disamping hal itu sangat ditolak/diingkari oleh orang banyak dimana mereka akan langsung mengingkarinya begitu mengetahuinya.
Dalam mengidentifikasi karakteristik dosa yang dalam kondisi yang samar-samar terdapat tingkatan-tingkatan, diantaranya ;
- Mengetahui hal itu dari reaksi yang ditimbulkan oleh orang banyak yaitu pengingkaran/penolakan mereka terhadap pelakunya atau bukan pelakunya dan ini merupakan tingkatan paling tinggi. Senada dengan hal ini adalah ucapan Sahabat Ibnu Mas'ud yang amat populer: "Apa yang dipandang oleh orang-orang mukminin baik maka hal itu adalah baik disisi Allah, dan apa yang mereka pandang jelek maka hal itu adalah jelek disisi Allah ".
- Sangsi terhadap apa yang difatwakan/masukan dari orang lain (yang menganggap/memandang hal itu adalah bukan dosa) dan ciri/caranya adalah dangan mengetahui bahwa sesuatu (perbuatan) itu sangat diingkari oleh pelakunya tetapi tidak diingkari oleh orang lain (dianggap biasa). Makna inilah yang terdapat dalam lafazh riwayat yang lain; " " (meskipun kamu diberi fatwa/masukan oleh orang lain). Kondisi ini bisa terjadi bila orang yang diberi fatwa/masukan itu adalah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah dengan iman sedangkan orang yang memberikan fatwa/masukan itu sekedar menduga-duga atau mengikuti hawa nafsunya tanpa dilandasi dalil syar'i, akan tetapi bila yang difatwakan/masukan itu berdasarkan dalil syat'i, maka dia (orang yang diberi fatwa/masukan) wajib merujuknya/meresponsnya meskipun dada/hatinya belum terbuka untuk menerimanya seperti perihal rukhshah yang disyari'atkan; semisal berbuka puasa ketika dalam keadaan bepergian, sakit, mengqashar shalat, dll yang bagi orang-orang yang jahil tidak terbuka hatinya untuk menerima itu, maka hal ini (pengingkaran mereka) tidak bisa dijadikan 'ibrah (dalil/alasan). Dan hal semacam ini pernah dialami oleh para sahabat contohnya perintah Beliau Shallallahu 'alaihi Wasallam pada waktu haji agar mereka melakukan haji tamattu' atau ketika perjanjian Hudaibiyah. Ketika itu mereka sempat mengingkarinya karena hati mereka menolaknya.
Masalah Ilham
Persoalan merujuk kepada hati nurani dalam menghadapi hal yang masih samar sebagaimana hadits diatas berimplikasi kepada masalah ilham yang sering diperbincangkan oleh para Fuqaha Syafi'iyah dan Hanafiyah yang menganut aliran kalam dalam Ushul Fiqh; apakah ilham tersebut hujjah atau bukan dalam pengambilan hukum syar'i ?. Dalam masalah ini banyak sekali pendapat-pendapat khususnya di kalangan kaum Sufi dan Ahli Kalam yang semuanya tidak berdasarkan kepada dalil syar'i . Karenanya Imam Ahmad mengecam hal itu dan beliau menganjurkan agar merujuk kepada hati nurani dalam menghadapi hal yang masih samar tersebut bila hal itu berdasarkan dalil syar'i sebab nash-nash nabawi yang menganjurkan hal itu sangat jelas. Artinya kecamannya terhadap kaum Sufi dan Ahli Kalam bukan atas perbuatan merujuk hati nurani tetapi atas kebiasaan mereka seperti itu yang dilakukan tanpa dalil syar'i .
Dalam ilmu hadits, kacamata ini (ilham) dipakai oleh Ulama Hadits yang benar-benar menggeluti dan mengusainya (an-Naqqad) . Hal itu mereka lakukan dalam menilai keadaan para perawi dan para pemberita dan sifat-sifat mereka seperti kejujuran dan kebohongan mereka, kekuatan daya hafal dan kedhabitan mereka, tetapi orang-orang seperti ini sangat langka sekali. Diantara Ulama Hadits yang dianggap memiliki cara dan naluri seperti ini (ilham) adalah Imam Abu Zur'ah, Abu Hatim ar-Razi, Abdurrahman bin Mahdi, an-Nasai, al-'Uqaili, Ibnu 'Adi dan ad-Daruquthni.
Intisari Hadits
Dalam hadits diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
o Kebaikan adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa yang terdetik di dalam hati/jiwa sedangkan pelakunya takut/benci diketahui oleh orang lain.
o Dalam menghadapi hal yang masih samar dan meragukan, kita dianjurkan untuk merujuk/meminta "fatwa" hati nurani dan hal ini bagi orang Mukmin yang dilapangkan hati/dadanya oleh Allah sangat mudah dilakukan olehnya sehingga mereka jarang terkelabui dalam membedakan antara hak dan bathil.
o Makna "al-Birr" sangat luas cakupannya begitu juga makna "al-Itsm" dan masing-masing sudah memiliki karakteristik tersendiri yang dapat diidentifikasi.
o Hanya orang-orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah lah yang dapat melihat suatu kebenaran dengan ilham yang berdasarkan kepada dalil syar'i seperti yang dilakukan Ulama Hadits Pilihan (an-Naqqad).
[ Disarikan dari Kitab karya Syaikh Ibnu Rajab al-Hambali, Juz II, hal. 93-108 ].

Pengertian Informasi dan Komunikasi

PENGERTIAN INFORMASI
Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:
Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Pengertian Informasi Menurut Para Ahli :

1. Menurut Gordon B. Davis dalam bukunya Management Informations System : Conceptual Foundations, Structures, and Development menyebut informasi sebagai data yang telah diolah menjadi bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata, berupa nilai yang dapat dipahami di dalam keputusan sekarang maupun masa depan.
2. Menurut Barry E. Cushing dalam buku Accounting Information System and Business Organization, dikatakan bahwa informasi merupakan sesuatu yang menunjukkan hasil pengolahan data yang diorganisasi dan berguna kepada orang yang menerimanya.
3. Menurut Robert N. Anthony dan John Dearden dalam buku Management Control Systems, menyebut informasi sebagai suatu kenyataan, data, item yang menambah pengetahuan bagi penggunanya.

4. Menurut Stephen A. Moscove dan Mark G. Simkin dalam bukunya Accounting Information Systems : Concepts and Practise mengatakan informasi sebagai kenyataan atau bentuk-bentuk yang berguna yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan bisnis.
Dari keempat pengertian seperti tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan suatu keputusan.

Analisis Definisi Komunikasi Menurut Harold Lasswell
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?). (Lasswell 1960).
Analisis 5 unsur menurut Lasswell (1960):

1. Who? (siapa/sumber).
Sumber/komunikator adalah pelaku utama/pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi,bisa seorang individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator.

2. Says What? (pesan)
Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada penerima(komunikan), dari sumber (komunikator) atau isi informasi.Merupakan seperangkat symbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan,nilai,gagasan/maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna,symbol untuk menyampaikan makna,dan bentuk/organisasi pesan.

3. In Which Channel? (saluran/media)
Wahana/alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator(sumber) kepada komunikan(penerima) baik secara langsung(tatap muka),maupun tidak langsung(melalui media cetak/elektronik dll).
4. To Whom? (untuk siapa/penerima)
Orang/kelompok/organisasi/suatu negara yang menerima pesan dari sumber.Disebut tujuan(destination) / pendengar(listener) / khalayak(audience) / komunikan / penafsir / penyandi balik(decoder).
5. With What Effect? (dampak/efek)
Dampak/efek yang terjadi pada komunikan(penerima) setelah menerima pesan dari sumber,seperti perubahan sikap,bertambahnya pengetahuan, dll.
Contoh:
Komunikasi antara guru dengan muridnya.
Guru sebagai komunikator harus memiliki pesan yang jelas yang akan disampaikan kepada murid atau komunikan.Setelah itu guru juga harus menentukan saluran untuk berkomunikasi baik secara langsung(tatap muka) atau tidak langsung(media).Setelah itu guru harus menyesuaikan topic/diri/tema yang sesuai dengan umur si komunikan,juga harus menentukan tujuan komunikasi/maksud dari pesan agar terjadi dampak/effect pada diri komunikan sesuai dengan yang diinginkan.
Kesimpulan:
Komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan(penerima) dari komunikator(sumber) melalui saluran-saluran tertentu baik secara langsung/tidak langsung dengan maksud memberikan dampak/effect kepada komunikan sesuai dengan yang diingikan komunikator.Yang memenuhi 5 unsur who, says what, in which channel, to whom, with what effect.

Secara umum ragam tingkatan komunikasi adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem syaraf manusia.
2. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi.
3. Komunikasi kelompok (group communication) yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam Sendjaja,(1994) memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.
4. Komunikasi organisasi (organization communication) yaitu pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005:52).
5. Komunikasi massa (mass communication). Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau elektrolik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Kemudian Mulyana (2005:74) juga menambahkan konteks komunikasi publik. Pengertian komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak). Yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah (umum). Beberapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large group communication) untuk komunikasi ini.

Rabu, 07 Januari 2009

Resume Jurnal Teknologi

ini resume dari jurnal "Technology As Knowledge"

TEKNOLOGI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN :

IMPLIKASI UNTUK PERINTAH

Kata teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu technologia, yang menunjukkan perlakuan sistematis dari sebuah seni (keahlian). Dengan kata lain, teknik/teknologi itu meliputi keahlian yang nyata dari pengetahuan teori dan perbuatan (praktek). Di dalam bahasa Inggris, istilah “teknologi” penggunaannya dibatasi pada abad ke-19 sebagai jalan untuk menunjukkan pada penggunaan penggunaan teknologi untuk membuat dan menggunakan artefak.

Istilah teknologi sangat erat hubungannya dengan penggunaan ilmu pengetahuan sebagai solusi dari masalah yang bersifat teknik.

Beberapa bentuk dari ilmu teknologi :

1. Pengetahuan deskripsi, yaitu ilmu yang menguraikan tentang sesuatu sebagai sesuatu itu sendiri.

2. Pengetahuan preskripsi, memerintahkan apa saja yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

3. Pengetahuan tersembunyi, sangat sulit untuk diekspresikan dan dijelaskan serta hanya akan teralami dengan praktek dan pengalaman pribadi.

Level dari ilmu teknologi

Level terendah dari ilmu teknologi ada pada keahlian. Apabila hanya mengandalkan keahlian saja tanpa mengetahui ilmunya maka tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan level tertinggi ada pada penguasaan teori teknologi. Dengan menguasainya maka dapat memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi dan biasanya yang menguasai teori akan mudah menguasai keahlian praktek.

Ilmu pengetahuan sebagai disiplin ilmu

Mengatasi kecenderungan diantara berbagai pengajar ilmu teknologi dalam menggambarkan teknologi sebagai disiplin sangat masuk akal.

Teknologi sebagai perintah


Sekilas Teknologi dan Informasi

Teknologi atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mulai sebelum sains dan teknik.

Kata teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Akan tetapi, penemuan yang sangat lama seperti roda dapat disebut teknologi.

Definisi lainnya (digunakan dalam ekonomi) adalah teknologi dilihat dari status pengetahuan kita yang sekarang dalam bagaimana menggabungkan sumber daya untuk memproduksi produk yang diinginkan( dan pengetahuan kita tentang apa yang bisa diproduksi). Oleh karena itu, kita dapat melihat perubahan teknologi pada saat pengetahuan teknik kita meningkat.

Teknologi Informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi. Secara mudahnya teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima sehingga pengiriman informasi tersebut akan:

  • lebih cepat
  • lebih luas sebarannya, dan
  • lebih lama penyimpanannya.

Agar lebih mudah memahaminya mari kita lihat perkembangan di bidang teknologi informasi. Pada awal sejarah, manusia bertukar informasi melalui bahasa. Maka bahasa adalah teknologi. Bahasa memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan sebentar saja, yaitu hanya pada saat si pengirim menyampaikan informasi melalui ucapannya itu saja. Setelah ucapan itu selesai, maka informasi yang berada di tangan si penerima itu akan dilupakan dan tidak bisa disimpan lama. Selain itu jangkauan suara juga terbatas. Untuk jarak tertentu, meskipun masih terdengar, informasi yang disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang sama sekali.

Setelah itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar. Dengan gambar jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-bawa dan disampaikan kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada akan bertahan lebih lama. Beberapa gambar peninggalan jaman purba masih ada sampai sekarang sehingga manusia sekarang dapat (mencoba) memahami informasi yang ingin disampaikan pembuatnya.

Ditemukannya alfabet dan angka arabik memudahkan cara penyampaian informasi yang lebih efisien dari cara yang sebelumnya. Suatu gambar yang mewakili suatu peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau dengan penulisan angka, seperti MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi dengan alfabet ini memudahkan dalam penulisan informasi itu.

Kemudian, teknologi percetakan memungkinkan pengiriman informasi lebih cepat lagi. Teknologi elektronik seperti radio, tv, komputer mengakibatkan informasi menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih lama tersimpan.

Senin, 05 Januari 2009

Journal : Technology As Knowledge

Technology as Knowledge:

Implications for Instruction

Dennis R. Herschbach

Technology is organized knowledge for practical purposes

(Mesthene, The role of technology in society, 1969).

There is a strong belief among technology educators that technology constitutes a type of formal knowledge that can be reduced to curricular elements. It is suggested that since technology has its own knowledge and structure, its study is similar to how one would organize the study of any other discipline in

the school, such as algebra or physics (DeVore, 1968; 1992; Erekson, 1992; Savage and Sterry, 1990). Lewis and Gagle (1992), for example, contend that technology educators “have two clear responsibilities; first to articulate the disciplinary structure of technology and, second, to provide for its authentic expression

in the curriculum” (p. 136). Dugger (1988) argues that technology should be considered a formal, academic discipline. Similarly, Waetjen (1993) emphatically states that technology education “must take concrete steps to establish itself as an academic discipline” (p. 9).

This article suggests that technological knowledge is not a type of formal knowledge similar to that associated with the recognized academic disciplines. It has distinct epistemological characteristics that set it off from formal knowledge. A deeper understanding of technological knowledge opens the curriculum to possibilities that are obscured by a more restricted view. Greater direction is also given to the task of curriculum development. As Taba (1962) observes, confusion surrounding curriculum development often stems from insufficient “analysis of what knowledge in any subject or discipline consists of. This lack

of analysis in turn causes misunderstandings about the role of knowledge in learning and curriculum” (p. 172). To be sure, technology embodies knowledge. Parayil (1991), for one,

Dennis R. Herschbach is an Associate Professor in the Department of Education Policy, Planning

and Administration, University of Maryland, College Park, MD.

observes that “Technology constitutes knowledge, and that all technologies are embodiments of some form of human knowledge” (p. 292). But what kind of knowledge, and how is it situated within the scope of human knowledge? And how can technological knowledge be reduced to elements for inclusion in the curriculum? It is the purpose of this article to examine these questions. It makes little sense to talk about curricular strategies until the epistemological dimensions of technological knowledge are first determined. Technology includes important normative, social, political, and ethical aspects, among others. This article is limited to a discussion of the knowledge dimension of technology, and makes no attempt to probe these other aspects. Throughout, the discussion is informed by the work of individuals in the fields of the history of technology and the philosophy of science and technology.

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1

What is Technological Knowledge?

The etymology of the term “technology” is instructive. It comes from the Greek technologia, which refers to the systematic treatment of an art (or craft). The root techne “combines the meanings of an art and a technique, involving both a knowledge of the relevant principles and an ability to achieve the appropriate results” (Wheelwright, 1966, p. 328). In other words, “technique” involves the practical skills of knowing and doing. The root logos has wider meaning, including argument, explanation, and principle, but its most relevant use is probably “to reason.” Technology, thus, encompasses reasoned application. Technology, however, has always meant more than abstract study because of the emphasis on application, or doing, although the French use of the term “implies a high degree of intellectual sophistication applied to the arts and crafts” (Hall, 1978, p. 91). The French, in fact, are more precise in their definition and use two terms. “Technologie” is used to refer to the study of technical processes and objects, and the term “technique” refers to the individual technical means themselves, the actual application processes (Willoughby, 1990). The two concepts are mixed in the English use of “technology,” and this leads to a failure to distinguish between its study and its application.

In the English language, the term “technology” acquired limited usage in the late 19th century as a way to refer to the application of science (knowledge) to the making and use of artifacts. In our century, formal knowledge is inextricably linked with the development of science and technology. More recent scholars generally emphasize the importance of knowledge in defining technology (Layton, 1974; MacDonald, 1983; McGinn,1978;1991; Vincenti, 1984). The recognition of the centrality of knowledge leads to conceiving technology as more than artifact, and as more than technique and process.

The defining characteristic of technological knowledge, however, is its relationship to activity. Although technological knowledge is considered to have its own abstract concepts, theories, and rules, as well as its own structure and dynamics of change, these are essentially applications to real situations. Technological knowledge arises from, and is embedded in, human activity, in contrast to scientific knowledge, for example, which is an expression of the physical world and its phenomena. As Landies (1980) observes, while the intellectual is at the heart of the technological process, the process itself consists of “the acquisition and application of a corpus of knowledge concerning technique, that is, ways of doing things” (p. 111). It is through activity that technological knowledge is defined; it is activity which establishes and orders the framework within which technological knowledge is generated and used.

Because of the link with specific activity, technological knowledge cannot be easily categorized and codified as in the case of scientific knowledge. Technology best finds expression through the specific application of knowledge and technique to particular technological activities. For this reason it is not considered a discipline in the sense that math or physics is. Skolimowski (1972), for example, suggests that there is no uniform pattern of “technological thinking,” or, in other words, universals characterizing a “discipline of technology.” The application of technology requires the integration of “a variety of heterogeneous factors” which are both “multichanneled and multileveled,” and that specific branches of technology “condition specific modes of thinking” (p. 46). Technology, in other words, makes use of formal knowledge, but its application is interdisciplinary and specific to particular activities. There is a technology of surveying, civil engineering, architecture, biochemistry, hog farming and countless others, but technology is not a coherent discipline in the general sense.

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1

Technology and Science

The term “technology” is strongly associated with the application of science to the solution of technical problems. Narin and Olivastro (1992) suggest that there is a continuum stretching from vary basic scientific research, through applied research and technology (p. 237). In some fields, on the other hand, such as communications, computing, medicine, and chemicals, the distinction between science and technology is blurred. The most active areas of high tech growth are often those that are very science intensive. Mackenzie and Wacjman (1985), however, suggests that technology is more than the product of

scientific activity. In the case where “technology does draw on science the nature of that relation is not one of technologies obediently working out the ‘implications’ of scientific advance. . . . Technologists use science” (p. 9). Feibleman (1972) distinguishes between pure science, which uses the experimental method in order to formulate theoretical constructs, explicate natural laws, and expand knowledge; applied science which focuses on applications to purposeful activity; and technology which puts applied scientific knowledge to work. Hindle (1966), however, cautions that there are fundamental, historical tensions between science and technology, and that technology is more than applied science: Science and technology have different objectives. Science seeks basic understanding--ideas and concepts usuallyexpressed in linguistic or mathematical terms. Technology seeks means for making and doing things. It is a question of process, always expressible in terms of three dimensional “things”(pp. 4-5). One major way to distinguish between scientific and technological knowledge is intention, or purpose (Layton, 1974; Mitcham, 1978). The purpose of scientific knowledge is to understand phenomena and the laws of nature.

Science is about knowing. The purpose of technological knowledge, however,is praxiological, that is, to efficiently control or to manipulate the physical world, to do things (Skolimowski, 1972). Efficiency is the end purpose of technology. Science is based on observation and predicts in order to confirm theory; technology predicts in order to influence and control activity. Science values the abstract and general; technology stresses instrumentation and application. These distinctions set technology apart from science. “While science seeks to expand knowledge through the investigation and comprehension of reality,” suggests Layton (1974), “technology seeks to use knowledge to create a physical and organizational reality according to human design”(p. 40).

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1

Forms of Technological Knowledge

Vincenti (1984) identifies three categories of technological knowledge: a) descriptive, b) prescriptive, and c) tacit. Both descriptive and prescriptive are categories of explicit technological knowledge, but descriptive knowledge describes things as they are, while prescriptive knowledge prescribes what has to be done in order to achieve the desired results. Tacit knowledge is implicit activity.

Descriptive knowledge

Descriptive knowledge represents statements of fact which provide the framework within which the informed person works, such as material properties, technical information, and tool characteristics. These facts are often applications of scientific knowledge. Carpenter (1974), however, observes that while mathematical formulae or scientific constructs are used, descriptive knowledge is not scientific in the sense that the explanatory theoretical framework is not fully developed, and Frey (1989) observes that while there may be correlates between the two, in the case of technological knowledge there are “certain properties not apparent in, or derived from, scientific theory” (p. 26). Nevertheless, descriptive knowledge approaches an approximation of the formal knowledge of a “discipline” since it describes things as they are, it can be in the form of rules, abstract concepts and general principles, and it often has a consistent and generalizable structure. Like all technological knowledge, however, descriptive knowledge finds its meaning in human activity.

Prescriptive knowledge

Prescriptive knowledge results from the successive efforts to achieve greater effectiveness, such as improved procedures or operations, and is altered and added to as greater experience is gained. McGinn (1978), however, cautions that prescriptive knowledge is more than simple “nonintellectual know how;” it may be “comparable with the achievement of new intellectual knowledge;” and it is “often undergirded by such knowledge” (p. 186). Mitcham (1978) identifies technical maxims or rules of thumb as “pre-scientific work” and “first attempts to articulate generalizations about the successful making or using skills” (p. 256). Prescriptive knowledge generated through experimentation, trial-and-error, and testing is used in specific ways to make predictions “at what might be termed a pre-theoretical level” (McGinn, 1978, p. 187). Because prescriptive knowledge is less wedded to scientific principles and law, however, and because it is an outgrowth of specific application, it is not easily codified in a general form, and therefore it is less amenable to the formulation of instructional generalizations that go beyond a particular activity. “The easier a knowledge is codified, the easier it [can] be transmitted,” observes Perrin (1990, p. 6).

Tacit knowledge

Tacit knowledge is implicit, and is largely the outcome of individual judgement, skill and practice (Polanyi, 1967). Tacit knowledge cannot be easily expressed formally. Descriptions, diagrams, and pictures help to explain tacit knowledge, but it largely results from individual practice and experience. Tacit knowledge often constitutes the “tricks of the trade” experienced workers learn, and it is often protected or restricted knowledge (Vincenti, 1984). “Many of the crucial, incremental improvements in process technology, for instance, occur on the shop-floor,” Scarbrough and Corbett (1992, p. 8) note. Specialists, however, simply do not reveal all that they know. Tacit and prescriptive knowledge is closely related in practice since in both cases it has to do with procedures. Both types of knowledge are procedural (Vincenti, 1984). A large part of tacit knowledge cannot be transmitted through

written or oral form. It is personal knowledge, it is subjective knowledge, and it is immediate and specific knowledge. Tacit knowledge is primarily learned by working side by side with the experienced technician or craftsman. Tacit knowledge is mainly transmitted from one individual to another. Perrin (1990) suggests that operational knowledge primarily “remains tacit because it cannot be articulated fast enough, and because it is impossible to articulate all that is necessary to a successful performance and also because exhaustive attention to details produces an incoherent message” (p. 7).

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1

Tacit knowledge is embedded in technological activity to a greater extent than is normally recognized. In addition, tacit knowledge has not disappeared with the use of more sophisticated ways of manufacturing based on the application of science and descriptive technical knowledge. “On the contrary, new forms of know-how have appeared and all these non-codified techniques play an important role in industrial production and in technical and technological innovation” (Perrin, 1990, p. 6). Rosenberg (1982) and Vincenti (1984) high-light the fact that even the so-called high-tech industries, such as aircraft pro-duction, electronics and telecommunications, rely heavily on tacit knowledge learned through experience. Considerable industrial innovation is acquired through noncodified techniques. Polyani (1967) has demonstrated that all human action involves some form of tacit knowledge.

Levels of technological knowledge

While incorporating the categories of knowledge identified by Vincenti (1984), Frey (1989) calls attention to different levels of technological knowledge, and observes that “the amount of discursive knowledge increases as the complexity of technological knowledge increases” (p. 29). Artisan, or craft skills constitute the lowest level, and are largely tacit, although prescriptive, and to a lesser degree descriptive knowledge is involved. Because of the high level of tacit knowledge, artisan skills are best taught through observation, imitation, and trial and error, rather than through discourse. Frey (1989) observes, for example, that “a highly skilled welder ‘knows’ how to weld but very likely cannot articulate exactly how welding is accomplished” (p. 29). Technical maxims comprise the next level of technological knowledge, and consists of generalizations about the skills applied in making or using technology. Technical maxims, however, are usually incomplete without the less recognized tacit knowledge accompanying the actual doing (Carpenter, 1974). For this reason, technical maxims, rules, recipes, and procedures are usually learned best in conjunction with on-going activity, often on the job. Descriptive laws, the next level, are “scientific like” explicit, generalized formulations derived directly from experience. Because they are derived from experience they are referred to as empirical laws, and are mainly formulated on the basis of try-out and observation (Mitcham, 1978). Descriptive laws are not yet scientific because they lack sufficient explanatory theory, although they may be highly sophisticated and use formula and mathematical equations in addition to verbal description. Descriptive laws lend themselves to formalized instruction.

At the highest level are technological theories which systematically relate a number of laws or provide a coherent explanatory framework. Technological theories are applications of scientific knowledge to real situations. One characteristic of modern technology is that greater use is made of theoretical knowledge, and in this sense technology approximates a “discipline.” However, to say that theory is becoming an increasing part of technological knowledge does not lessen the importance of prescriptive and tacit knowledge generated through practical experience (Willoughby, 1990), or change the fact that the contextual meaning of technological theories derives from application (Perrin, 1990). There is an inexact, then, but nevertheless real correlation between the complexity of technological knowledge, eventual work levels and formalized instruction. Craft and artisan activities make considerable use of tacit know-how associated with manual or process skills that can be best learned on the job. At a highest level are descriptive laws and technological theories embedded in job activity. Engineers and technicians work at this level and receive most of their training through formal instruction. In between are technical jobs which make heavy use of descriptive and prescriptive knowledge learned both on and off the job. But all jobs use tacit knowledge.

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1

Instructional Implications

Technological knowledge may have the appearance of a formal discipline, but it is a qualified form of knowledge. There is not a clearly generalizable, representative structure characterizing all of technology, as one finds in physics, biology or economics. Technological knowledge acquires form and purpose in specific human activity; the character of technological knowledge is defined by its use; and efficiency, rather than understanding is its objective (Layton, 1974; McGinn, 1978; 1989; Parayil, 1991; Perrin, 1990; Skolimowski, 1972). Those who conceive of technology as a discipline confuse technique in the French sense of the term, with the knowledge of a formal discipline. Although technique embodies knowledge, it is a particular form of knowledge applied to a discrete technological activity in contrast to the general abstractions which characterize formal knowledge.

Technology draws from formal knowledge, such as that found in the sciences and math, but it does so selectively and in response to specific applications. It is interdisciplinary in its use of formal knowledge. Technology also includes its own abstract concepts, theories, rules, and maxims but again, these are grounded in application, or praxis. A considerable proportion of technological knowledge is prescriptive and tacit, and difficult to codify and generalize. The form as well as the complexity of technological knowledge is related to the kind and level of technological activity. Isolated from activity and removed from the implementing context, much of technological knowledge loses its meaning and identity.

Knowledge as discipline

The prevailing tendency among some technology educators to conceive of technology as a discipline is understandable. There are enormous public pressures for the school to become more academic and more rigorous. School reform has been promoted by social conservatives as an essential step in making the country more productive and competitive (Giroux, 1988). “Soft” subjects, such as art, music, technology education and health have been de-emphasized in favor of renewed emphasis on language, science and math. Proponents of “back to basics” have called for the teaching of explicit academic skills, student assessment and national measures of performance as a way to strengthen instruction (Newman, 1994). By couching technology in terms of a discipline, the expectation is that technology education will have greater appeal to the educational public, and that the subject can distance itself from its historical applicative roots. In other words, technology education too can emphasize the acquisition of knowledge and the development of intellectual skills.

Historically and currently, disciplines are treated in the curriculum as separate subjects and emphasis is on the ideational. To conceive of technology primarily as a discipline, however, is not only erroneous but limiting for curriculum development purposes. Important epistemological distinctions are ignored which are at the heart of understanding technological knowledge and its instructional use. Technology education can make a distinctive educational contribution even though it is not conceived of as a discipline.

Technology as instruction

The primary distinguishing characteristic of technological knowledge is that it derives from, and finds meaning, in activity. Accordingly, there is a number of implications for curriculum development. First, technological knowledge is most clearly specified when it is linked to specific activity, such as testing the strength of material, calculating environmental damage, programming a computer, tuning a violin, or plucking poultry. The technological activity conditions the use of knowledge. It is through activity that both the structure and substance of technological knowledge can be identified, and hence, generalized to instruction. Moreover, since much of technological knowledge is difficult to codify, an abstract treatment is incomplete without the accompanying activity. Technology makes extensive use of formal, abstract knowledge, mainly from the sciences and mathematics, but this knowledge does not constitute a discipline because it is primarily a manifestation of the selective use of disciplines. Formal knowledge used in the technological sense lacks a coherent, independent and generalizable conceptual framework, since it is the technological activity itself that is integrative and provides the intellectual structure. For this reason, formal knowledge should not be conceived as a body of content to be mastered, but as a correlative to activity. Technological activity conveys to the learner the distinct ways that formal knowledge is used.

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1

Technological knowledge, then, is more than a compendium of information to be transferred to the student; it is more than various facts, laws, theories, concepts and general information proffered to students. Technical knowledge is dynamic, and meaning is constructed and reconstructed as individuals grapple with the use of knowledge, whether it be conceptual, analytical or manipulative. Generalizations, theories, principles, technical maxims and procedures take on meaning as they are applied to practical applications. Activity helps make explicit to the learner how knowledge is generated, communicated and used to analyze and solve technological problems. Then again, knowledge becomes intelligible through activity as it is categorized, classified and given form; through technological activity students are helped to perceive, understand, and assign meaning. Effective instruction, in other words, includes the distinct ways through which technological knowledge is generated, used, assigned meaning, and reconstructed. The intellectual processes which are employed are themselves a meaningful focus of instruction (California Department of Education, 1990). Processes are the integrative concepts that unite activity and knowledge. Technological knowledge is created, used, and communicated through such processes as observing, formulating, comparing, ordering, categorizing, relating, inferring, applying, correcting, and diagnosing. Technology, then, is not only content to be learned but the vehicle though which the intellectual processes embedded in technological activity can themselves be learned.

All three kinds of technological knowledge are important for instructional purposes. There is probably a general tendency to underestimate the extent and importance of the tacit dimensions of technological knowledge. But beyond the more easily codified descriptive and prescriptive forms of knowledge that inform technological activity, there is a wide array of subjective and tacit forms which are not as readily communicable, but which, nevertheless, substantially influence how technological activity is carried out. For curriculum development purposes, it is difficult to generalize from technological knowledge because of its contiguous link with a specific kind and level of activity. If technological knowledge is broadly defined, it loses much of its usefulness. When generic terms like “technological literacy” or “technological method,” for example, are not associated directly with specific activity they become operationally meaningless for developing curricula. They mean very little outside of the context in which they are applied, and there are few conceptual guidelines for selecting content (Taba, 1962). Finally, technology education has not capitalized on what is probably its most important potential educational value, namely, its interdisciplinary character. Technology draws content from across different fields of inquiry. It provides a way to integrate learning, not only with other fields, but with purposeful activity. And knowledge is applied at the prescriptive, descriptive as well as tacit levels. Learning is truly integrative. Few other subject fields have the capability to integrate as fully interrelated fields of knowledge, based on the ordered activities of these fields as they are applied to the acquisition, use and

reconstruction of technological knowledge and technique.

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1

References

California Department of Education (1990). Science framework for California

public schools kindergarten through grade twelve. Sacramento.

Carpenter, S. (1974). Modes of knowing and technological action. Philosophy

Today, 18(2), 162-168.

DeVore, P.W. (1992). Introduction to transportation technology. In J.R. Wright

and S. Komacek (eds.). Transportation in technology education, 41st yearbook,

Council of Technology Teacher Education. Columbus, OH: Glencoe,

1-32.

DeVore, P.W. (1968). Structure and content foundations for curriculum development.

Washington, DC: American Industrial Arts Association.

Dugger, W.E. (1988). Technology--the discipline. The Technology Teacher,

48 (1). 3-6.

Erekson, T. (1992). Technology education from the academic rationalist

theoretical perspective. Journal of Technology Education, 3(2), 7-16.

Feibleman, J.K. (1972). Pure science, applied science and technology: An

attempt at definitions. In C. Mitcham and R. Mackey (eds.). Philosophy and

technology. New York: Free Press.

Frey, R.E. (1989). A philosophical framework for understanding technology.

Journal of Industrial Teacher Education, 27(1), 23-35.

Giroux, H. (1999). Schooling and the struggle for public life. Grandby, Mass:

Bergin and Garvey.

Hall, R.A. (1978). On knowing, and knowing how to . . . . In A. R. Hall and

N.

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1, Fall 1995

-41-

Smith (eds.), History of technology. Third annual volume. London: Mansell.

Hindel, B. (1966). Technology in early America. Chapel Hill, N.C.: University

of North Carolina Press.

Landies, D. (1980). The creation of knowledge and technique: Today’s task

and yesterday’s experience. Deadalis, 109 (1), 11-120.

Layton, E. (1974). Technology as knowledge. Technology and culture, 15(1),

31-41.

Lewis, T. and Gagel, C. (1992). Technological literacy --A critical analysis.

Journal of Curriculum Studies, 24 (2), 117-138.

MacDonald, S. (1983). Technology beyond machines. In S. MacDonald, The

trouble with technology. London: Frances Pinter.

MacKenzie, D. and Wajcman, J. (1985). The social shaping of technology.

Milton Keynes: Open University.

McGinn, R.E. (1978). What is technology? Research in Philosophy and

Technology, 1,179-197.

Mesthene, E.G. (1979). The role of technology in society. In A. H. Teich (ed.),

Technology and the future. New York: St. Martin’s Press, pp. 77-99.

Mitcham, C. (1978). Types of technology. Research in philosophy and

technology, I, 229-294.

Narin, F. and Olivastro, D. (1992). Status report: Linkage between

technology and science. Research Policy, 21(3), pp. 237-249.

Newman, J.W. (1994). American teachers. New York: Longman.

Parayil, G. (1991). Technological knowledge and technological change.

Technology and Society, 13(2), 289-304.

Perrin, J (1990). The inseparability of technology and work organizations.

History and Technology, 7(1), 1-13.

Polanyi, M. (1967). The tacit dimension. New York: Doubleday Anchor.

Rosenberg, N. (1982). Inside the black box: Technology and economics.

Cambridge, UK: Cambridge University Press.

Scarbrough, H. and Corbett, J.M. (1992). Technology and organization

power, meaning and design. New York: Routledge.

Savage, E. and Sterry, L. (1990). A conceptual framework for technology

education. Reston: VA: International Technology Education Association.

Skolimowski, H (1972). The structure of thinking in technology. In C.

Mitcham and R. Mackey (eds.). Philosophy and technology: Readings in the

philosophical problems of technology. New York: Free Press, 42-49.

Taba, H. (1962). Curriculum development theory and practice. New York:

Harcourt Brace Jovanovich.

Vincenti, W.G. (1984). Technological knowledge without science: The

innovation of flush riveting in American airplanes, ca. 1930-ca. 1950.

Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1, Fall 1995

-42-

Technology and Culture, 25(3), 540-576.

Waetjen, W.B. (1993). Technological literacy reconsidered. Journal of Technology

Education, 4(2), 5-11.

Wheelwright, P.E. (1966). The presocratics. New York: The Odyssey Press.

Willoughby, K.W. (1990). Technology choice a critique of the appropriate

technology movement. Boulder and San Francisco: Westview Press.

Tentang Komputer

About Computer :

BAB I

1. Pengertian Dasar Komputer
Definisi Komputer pada perinsipnya telah ada pada waktu manusia telah mampu menciptakan alat bantu berfikir dan menyelesaikan pekerjaan sejalan dengan logika manusia, istilah komputer berasal dari bahasa latin disebut Computare dengan uraian sebagai berikut :
Com = Con = Cun = artinya Dengan
Putare = artinya Pikir
Bila kedua kata tersebut diatas digabung begitu saja, maka akaan berarti Dengan Pikir, sehinggah pengertiannya sangat gandrung untuk di pahami secara sederhana, tetapi belajar dari pengertiannya sangat gandrung untuk di pahami secara sederhana, menurut para ahli “Suatu alat yang membantu manusia dan bekerja berdasarkan logika matematika yang dilakukan secar berulang-ulang” pernyataan diatas diperkuat oleh 4 persyratan utama yaaitu :
? Hardware adalah perangkat keras atau benda yang berwujud. Penggunaan istilah hardware dapat digunakan secara umum seperti :
- pada manusia : tangan, kaki, rambut, kuku
- pada alat : komputer, meja, printer, monitor
? Software adalah prangkat lunak atau suatu benda yang tak berwujud. Istilah software dapat diartikan secara umum seperti :
- pada manusia : semangat, sakit, cinta, napas
- pada alat : paket program
? Brainware adalah prtangkat akal yang berfungsi mengingat, memperhitungkaan memodifikasi serta mengembaangkan suatu kerja atau system suatu kebutuhan.
- pada maanusia : otak
- pada alat : processor
? Data adalah Obyek sehinggah peralatan/komputer dibutuhkan.
Kata komputer terus dikenal seluruh dunia sejalan dengan perkembangaan ilmu pengetahuan dan teknologi hinggah istilah ini oleh bangsa yang bahasa inggris dikenal To Compute artinya Menghitung. Karena sifatnya alat daan pelaksana suatu obyek pekerjaan, maka dalam tata bahasa inggris di tambah akhiran er sehinggah penyesuaikata komputer dalam bahasa inggris diubah menjadi komputer dalam tata bahasa Indonesia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi daari waaktu ke waktu, istilah pendefinisian komputer berkembang setelah ditinjau bagia demi bagian hinggah ditemukan komputer informatika. Di abad 20 oleh para ahli mendefinisikan komputer informatika yang digerakkan dengan prinsip kerja mekanik dan elektronik adaalah ssebagai berikut :
1967……… John G. Kemeni dan Thomas E. Kurtz
1973……… Gerald A. S. dan Joan B. Silver
1983……… Gordon B. Davis
1983……… Donald H. Sanders
mendefinisikan sebagai berikut “
• Komputer adalah merupakan suatu rangkaian peralatan elektronik yang bekerja secara bersama-sama
• Komputer adalah suatu mesin yang bekerja secara otomatis.
• Komputer adalah suaatu mesin pengelola data menjadi informasi memalaalui suatu proses tertentu
• Komputer adaalah suatu rangkaian peralataan elektronik yang bekerja secara bersama-sama dapaat melakukan rangkaaiaan pekerjaan secara otomatik melaalui proses/program yang diberikan kepaadanya.

1.1. Bagaimana Komputer Bekerja
Saat teknologi yang dipakai pada komputer digital sudah berganti secara dramatis sejak komputer pertama pada tahun 1940-an (lihat Sejarah perangkat keras menghitung untuk lebih banyak detail), komputer kebanyakan masih menggunakan arsitektur Von Neumann, yang diusulkan di awal 1940-an oleh John von Neumann.
Arsitektur Von Neumann menggambarkan komputer dengan empat bagian utama: Unit Aritmatika dan Logis (ALU), unit kontrol, memori, dan alat masukan dan hasil (secara kolektif dinamakan I/O). Bagian ini dihubungkan oleh berkas kawat, "bus"

modul memori RAM
Di sistem ini, memori adalah urutan byte yang dinomori (seperti "sel" atau "lubang burung dara"), masing-masing berisi sepotong kecil informasi. Informasi ini mungkin menjadi perintah untuk mengatakan pada komputer apa yang harus dilakukan. Sel mungkin berisi data yang diperlukan komputer untuk melakukan suatu perintah. Setiap slot mungkin berisi salah satu, dan apa yang sekarang menjadi data mungkin saja kemudian menjadi perintah.
Memori menyimpan berbagai bentuk informasi sebagai angka biner. Informasi yang belum berbentuk biner akan dipecahkan (encoded) dengan sejumlah instruksi yang mengubahnya menjadi sebuah angka atau urutan angka-angka. Sebagai contoh: Huruf F disimpan sebagai angka desimal 70 (atau angka biner 1000110) menggunakan salah satu metode pemecahan. Instruksi yang lebih kompleks bisa digunakan untuk menyimpan gambar, suara, video, dan berbagai macam informasi. Informasi yang bisa disimpan dalam satu sell dinamakan sebuah byte.
Secara umum, memori bisa ditulis kembali lebih jutaan kali - itu merupakan scratchpad daripada sebuah tablet batu.
Ukuran masing-masing sel, dan jumlah sel, berubah secara hebat dari komputer ke komputer, dan teknologi dulu biasa mebuat memori sudah berubah secara hebat - dari relay elektromekanik, ke tabung yang diisi dengan air raksa (dan kemudian pegas) di mana pulsa akustik terbentuk, sampai matriks magnet permanen, ke setiap transistor, ke sirkuit terpadu dengan jutaan transistor di atas satu chip silikon.
1.1.1 Pemrosesan
Unit Pemproses Pusat atau CPU ( central processing unit) berperanan untuk memproses arahan, melaksanakan pengiraan dan menguruskan laluan informasi menerusi system komputer. Unit atau peranti pemprosesan juga akan berkomunikasi dengan peranti input , output dan storan bagi melaksanakan arahan-arahan berkaitan.
Dalam arsitektur von Neumann yang asli, ia menjelaskan sebuah Unit Aritmatika dan Logika, dan sebuah Unit Kontrol. Dalam komputer-komputer modern, kedua unit ini terletak dalam satu sirkuit terpadu (IC - Integrated Circuit), yang biasanya disebut CPU (Central Processing Unit).
Unit Aritmatika dan Logika, atau Arithmetic Logic Unit (ALU), adalah alat yang melakukan pelaksanaan dasar seperti pelaksanaan aritmatika (tambahan, pengurangan, dan semacamnya), pelaksanaan logis (AND, OR, NOT), dan pelaksanaan perbandingan (misalnya, membandingkan isi sebanyak dua slot untuk kesetaraan). Pada unit inilah dilakukan "kerja" yang nyata.
Unit kontrol menyimpan perintah sekarang yang dilakukan oleh komputer, memerintahkan ALU untuk melaksanaan dan mendapat kembali informasi (dari memori) yang diperlukan untuk melaksanakan perintah itu, dan memindahkan kembali hasil ke lokasi memori yang sesuai. Sekali yang terjadi, unit kontrol pergi ke perintah berikutnya (biasanya ditempatkan di slot berikutnya, kecuali kalau perintah itu adalah perintah lompatan yang memberitahukan kepada komputer bahwa perintah berikutnya ditempatkan di lokasi lain).
Input dan Hasil
I/O membolehkan komputer mendapatkan informasi dari dunia luar, dan menaruh hasil kerjanya di sana. Ada berbagai macam alat I/O, dari yang akrab keyboard, monitor dan disk drive, ke yang lebih tidak biasa seperti webcam (kamera web).
Yang dimiliki oleh semua alat masukan biasa ialah bahwa mereka meng-encode (mengubah) informasi dari suatu macam ke dalam data yang bisa diolah lebih lanjut oleh sistem komputer digital. Alat output, men-decode data ke dalam informasi yang bisa dimengerti oleh pemakai komputer. Dalam pengertian ini, sistem komputer digital adalah contoh sistem pengolah data.
Instruksi
Perintah yang dibicarakan di atas tidak adalah perintah kaya bahasa manusiawi. Komputer hanya mempunyai dalam jumlah terbatas perintah sederhana yang dirumuskan dengan baik. Perintah biasa yang dipahami kebanyakan komputer ialah "menyalin isi sel 123, dan tempat tiruan di sel 456", "menambahkan isi sel 678 ke sel 042, dan tempat akibat di sel 013", dan "jika isi sel 999 adalah 0, perintah berikutnya anda di sel 345".
Instruksi diwakili dalam komputer sebagai nomor - kode untuk "menyalin" mungkin menjadi 001, misalnya. Suatu himpunan perintah khusus yang didukung oleh komputer tertentu diketahui sebagai bahasa mesin komputer. Dalam prakteknya, orang biasanya tidak menulis perintah untuk komputer secara langsung di bahasa mesin tetapi memakai bahasa pemrograman "tingkat tinggi" yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa mesin secara otomatis oleh program komputer khusus (interpreter dan kompiler). Beberapa bahasa pemrograman berhubungan erat dengan bahasa mesin, seperti assembler (bahasa tingkat rendah); di sisi lain, bahasa seperti Prolog didasarkan pada prinsip abstrak yang jauh dari detail pelaksanaan sebenarnya oleh mesin (bahasa tingkat tinggi)
Arsitektur
Komputer kontemporer menaruh ALU dan unit kontrol ke dalam satu sirkuit terpadu yang dikenal sebagai Central Processing Unit atau CPU. Biasanya, memori komputer ditempatkan di atas beberapa sirkuit terpadu yang kecil dekat CPU. Alat yang menempati sebagian besar ruangan dalam komputer adalah ancilliary sistem (misalnya, untuk menyediakan tenaga listrik) atau alat I/O.
Beberapa komputer yang lebih besar berbeda dari model di atas di satu hal utama - mereka mempunyai beberapa CPU dan unit kontrol yang bekerja secara bersamaan. Terlebih lagi, beberapa komputer, yang dipakai sebagian besar untuk maksud penelitian dan perkomputeran ilmiah, sudah berbeda secara signifikan dari model di atas, tetapi mereka sudah menemukan sedikit penggunaan komersial.
Fungsi dari komputer secara prinsip sebenarnya cukup sederhana. Komputer mencapai perintah dan data dari memorinya. Perintah dilakukan, hasil disimpan, dan perintah berikutnya dicapai. Ulang prosedur ini sampai komputer dimatikan.
Program
Program komputer adalah daftar besar perintah untuk dilakukan oleh komputer, barangkali dengan data di dalam tabel. Banyak program komputer berisi jutaan perintah, dan banyak dari perintah itu dilakukan berulang kali. Suatu [[Personal komputer[PC]] modern yang umum (pada tahun 2003) bisa melakukan sekitar 2-3 milyar perintah dalam sedetik. Komputer tidak mendapat kemampuan luar biasa mereka lewat kemampuan untuk melakukan perintah kompleks. Tetapi, mereka melakukan jutaan perintah sederhana yang diatur oleh orang pandai, "programmer." "Programmer Baik memperkembangkan set-set perintah untuk melakukan tugas biasa (misalnya, menggambar titik di layar) dan lalu membuat set-set perintah itu tersedia kepada programmer lain." Dewasa ini, kebanyakan komputer kelihatannya melakukan beberapa program sekaligus. Ini biasanya diserahkan ke sebagai multitasking. Pada kenyataannya, CPU melakukan perintah dari satu program, kemudian setelah beberapa saat, CPU beralih ke program kedua dan melakukan beberapa perintahnya. Jarak waktu yang kecil ini sering diserahkan ke sebagai irisan waktu (time-slice). Ini menimbulkan khayal program lipat ganda yang dilakukan secara bersamaan dengan memberikan waktu CPU di antara program. Ini mirip bagaimana film adalah rangkaian kilat saja masih membingkaikan. Sistem operasi adalah program yang biasanya menguasai kali ini membagikan
Sistem Operasi
Sistem operasi ialah semacam gabungan dari potongan kode yang berguna. Ketika semacam kode komputer dapat dipakai secara bersama oleh beraneka-macam program komputer, setelah bertahun-tahun, programer akhirnya menmindahkannya ke dalam sistem operasi.

sumber:http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/komputer/sejarah-komputer

Roby Maulana Putra

Sebuah Cerita